Rabu, 19 Februari 2014

"Shahabat Menangis Melihat Rasulullah saw"



Ketika 'Umar Ibn al-Khatthab ra menangis melihat bekas tikar di rusuk Rasulullah saw, Rasul pun bertanya, "Apa yang engkau tangiskan wahai Ibn al-Khatthab ?".
'Umar menjawab:
يَا نَبِيَّ اللَّهِ وَمَا لِي لَا أَبْكِي وَهَذَا الْحَصِيرُ قَدْ أَثَّرَ فِي جَنْبِكَ وَهَذِهِ خِزَانَتُكَ لَا أَرَى فِيهَا إِلَّا مَا أَرَى وَذَاكَ قَيْصَرُ وَكِسْرَى فِي الثِّمَارِ وَالْأَنْهَارِ وَأَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَفْوَتُهُ وَهَذِهِ خِزَانَتُكَ
"Wahai Nabi Allah ! Bagaimana saya tidak menangis, tikar kasar ini telah membekas di rusukmu dan beginilah keadaan gudangmu yang tak ada isinya melainkan apa yang aku lihat. Adapun kaisar dan kisra di sana, bergelimang buah-buahan dan sungai-sungai sedangkan engkau adalah Rasulullah saw dan manusia pilihan Allah, gudangmu cuma ini ?!
Rasulullah saw pun menjawab:
يَا ابْنَ الْخَطَّابِ أَلَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ لَنَا الْآخِرَةُ وَلَهُمْ الدُّنْيَا
"Wahai Ibn al-Khattab, "tidakkah engkau ridha ? kita mendapatkan akhirat sedangkan mereka hanya dunia saja". (HR. Muslim)

Beginilah kedekatan hati shahabat dengan Rasul saw. Kondisi Rasul saw membuat mereka berlinang air mata.
Banyak orang hari ini meminta para ulama untuk hidup ala kadarnya dengan memahami sekelumit peristiwa ini tanpa melihat berapa banyak kendaraan Nabi saw dan tanpa membaca bahwa unta Nabi saw dinamai al-Qashwa' karena tidak tersusul oleh unta lain.
Kalaupun ada ulama yang hidup dalam kondisi berkekurangan seperti itu dan mereka tak mengeluh namun yang perlu dipertanyakan, "kenapa tidak ada di antara umat ini yang menangis pula seperti 'Umar ra ?".
Alangkah pilunya hati saya suatu hari ketika mendengar khabar seorang ustadz tergeletak di rumah sakit dalam keadaan dirawat sedangkan isterinya sibuk bersusah payah ke sana ke mari mencari pinjaman biaya perawatan.
Wahai umat Islam ! Kemana hati kita dicampakkan ? Ketika sehat dan segar, ustadz itu tak peduli siang dan malam bahkan hujan dan panas meninggalkan isteri dan anak-anaknya untuk menyampaikan kajian kepada umat. Sekarang ketika tubuhnya mulai rapuh dan kesehatannya mulai menurun, kita dimana ?
Ini saya tulis dengan hati yang duka ketika menjawab pertanyaan seseorang tentang hukum amplop berisi 100.000 rupiah yang diterima seorang ustadz ?
Renungkanlah dan tanyalah hati nurani kita masing-masing !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar